Indonesia sudah melakukan pemilu 11 kali, th 2004 mulai dilakukan
pemilu terbuka, saat itu pemenangnya adalah SBY menang pada putaran kedua.
Setelah quick count dirilis dan memenangkannya, rakyat mulai percaya quick
count setelah hasilnya tidak beda jauh dengan hasil perhitungan KPU.
Ini aseli jariku |
Sebenarnya Indonesia sudah mulai melakukan quick count sejak th
1977, LPES secara diam diam melakukan quick count tentang pemilu saat itu dan
hasilnya mencengankan karena berbeda dengan hasil yang dirilis
PPI(Panitia Pemilih Indonesia) atau KPUnya saat itu. Tapi Rustam Efendi ketuaLPES saat itu tidak berani mengumumkannya di era ORBA.
Selanjutnya th 2004, saat Pilpres dimulai dengan pemilihan
langsung oleh rakyat, quick count mulai akrab dan selalu dinanti keahdirannya.
Pilpers 2004 yang dimenangkan SBY juga tidak lepas diketahui dengan cepat lewat
quick count. Rakyat mulai percaya setelah hasil quick count tidak beda jauh dengan perhitungan KPU.
Sejak saat itu quick count selalu dinantikan kehadirannya saat
pencoblosan selesai, karena memang hasil quick count tidak pernah meleset.
Nah yang mungkin membuat kita terheran heran, kenapa kok kubu No 2
bisa mengasilkan quick count yang hasilnya berkebalikan dengan quick count yang
dilakukan lembaga survay yang sudah diakui KPU.
Trus apakah pernyataan kubu No 2 yang menyatakan menang 62% berdasarkan perhitungan internal kubu No 2 yang juga katanya dilakukan oleh ahli statistik yang dapat dipercaya tersebut salah? begini analisanya:
Pernyataan tsb bisa benar andai data yang diambil hanya berdasarkan daerah yang dimenagkan oleh Kubu No 2, tentu sang ahli statistik tersebut berani menjamin jika hasil ini tidak akan banyak berubah, trus andainya nanti hasil perhitungan tsb berbeda jauh dengan hasil perhitungan KPU apakah sang ahli statistik tsb bisa dituntut? tentu tidak karena sebagai ahli statistik tentunya sang ahli sudah mendefiniskan semua proses yang dilaluinya berdasarkan kaidah keilmuannya. tapi kenapa Kubu No 2 berani mendeclare bahwa dia menang? Di tengah suasana pendukungnya di akar rumput yang mulai menghawatirkan wajar kalo dia menyatakan kemenangan tsb. Tetapi keterangan sang ahli statistik tsb juga belum titik, alias masih ada koma.
Sang ahli statistik tentu butuh waktu dan konsentrasi untuk menyelesaikan tugasnya, tentu tidak semudah membalikan tangan, karena saat itu saja baru berhasil mengolah 300rb data dari TPS, padahal semuanya ada lebih dari 800rb lebih TPS, di tengah suasanya tertekan, bisa saja Kubu No 2 tidak sabar menunggu selesainya perhitungan yang dilakukan pihak internal.
Nah jika hasil quick count yang dilakukan oleh lembaga survai yang sudah diakui oleh KPU tidak dipercaya, trus pihak mana yang akan dipercaya. Lembaga survay yang kredibel dan diakui KPU, pasti menggunakan tenaga ahli yang kompeten, bahkan mereka belajar sampai ujung dunia, dan tidak sedikit yang meraih gelar PHD di universitas terkenal di luar negri, kalo nggak diakui percuma dong mereka sekolah tinggi-tinggi, dan negara mubasir dong memberi bea siswa mereka.
Tapi sudahlah bangsa Indonesia juga sudah banyak belajar dari pengalaman Pemilu yang sudah terjadi, dan oke oke saja kok sampai saat ini.
Ada hal yang lebih penting yang perlu kita cermati, yaitu raw data pemilu, siapakah yang bisa menjawab adakah fraud diantara data data tersebut? Pemilu th berapa saja yang bebas fraud atau semua pemilu di Indonesia mengandung fraud? Jawabanya ada di posting saya berikutnya.
Tapi sudahlah bangsa Indonesia juga sudah banyak belajar dari pengalaman Pemilu yang sudah terjadi, dan oke oke saja kok sampai saat ini.
Ada hal yang lebih penting yang perlu kita cermati, yaitu raw data pemilu, siapakah yang bisa menjawab adakah fraud diantara data data tersebut? Pemilu th berapa saja yang bebas fraud atau semua pemilu di Indonesia mengandung fraud? Jawabanya ada di posting saya berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar